Hambatan Perdagangan : Tarif
1. Pengertian
Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas-batas territorial.
Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tariff, yakni tarif impor (import tariff), yakni pajak yang dikenakan untuk setiap omoditi yang diimpor dari negara lain; dan tarif ekspor (export tariff) yang merupakan pajak untuk suatu komoditi yang diekspor.
Ditinjau dari mekanisme penghitungannya, ada beberapa jenis tarif, yakni tarif spesifik, gabungan, dan tarif ad valorem. Tarif ad valorem (ad valorem tariffs) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (misalnya, suatu negara memungut tarif 25 persen atas nilai atau harga dari setiap barang yang diimpor). Sedangkan tarif spesifik (specific tarif) dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor (misalnya saja, pungutan tiga dolar untuk setiap barel minyak). Dan yang terakhir, tarif campuran (compound tariff) adalah gabungan dari keduanya.
2. Analisis Keseimbangan Parsial terhadap Tarif
a. Dampak-dampak Keseimbangan Parsial Akibat Pemberlakuan Tarif
D dan S melambangkan kurva permintaan serta kurva penawaran komoditi X di negara 2. Dalam kondisi perdagangan bebas, harga komoditi C adalah P =1 dolar per unit. Negara 2 akan mengonsumsinya sebanyak 70X (AB); 10X (AC) di antaranya merupakan produksi domestik, sedangkan 60X (CB) harus diimpor dari negara lain. Jika Negara 2 memberlakukan tarif sebesar 100 persen terhadap komoditi X, maka P melonjak menjadi 2 dolar per unit. Itulah harga yang harus ditanggung oleh konsumen di Negara 2, sedangkan harga bagi konsumen dunia tidak berubah. Akibatnya, penduduk Negara 2 akan menurunkan tingkat konsumsinya sebanyak 50 X (GH), serta mengubah komposisinya; 20X (GJ) merupakan produksi domestik, sedangkan 30X (JH) harus diimpor dari negara lain. Dengan demikian, dampak pemberlakuan tarif terhadap konsumsi domestik bersifat negatif, yakni sebesar (-) 20X (BN). Sementara itu, dampak terhadap produksi meningkat bersifat positif, yakni akan menaikkannya sebesar 10X (CM). Namun secara keseluruhan, pemberlakuan tarif itu merugikan perdagangan, yakni (-) 30X (BN+CM), meskipun ia memberi pemasukan kepada pemerintah Negara 2 sebanyak 30 dolar (MJHN). Dengan demikian, dampak pemberlakuan tarif terhadap konsumsi (consumption effect of the tariff) yakni berkurangnya konsumsi domestik yang mencapai 20X (BN). Sedangkan dampak pengenaan tarif terhadap produksi (production effect of the tariff) atau meningkatnya produksi domestik sama dengan 10X (CM). Sedangkan dampak pengenaan tarif terhadap perdagangan (trade effect of the tariff) yakni turunnya impor sama dengan 30X (BN+CM). Yang terakhir, dampak pengenaan tarif terhadap penerimaan pemerintah (revenue effect of the tariff) atau terciptanya pemasukan bagi pemerintah mencapai 30 dolar, yakni 1 dolar dari 30 unit komoditi X yang diimpor (MJHN). Semakin elastis kurva D dan S maka dampaknya terhadap konsumsi, produksi dan perdagangan akan semakin besar serta akan memperkecil pendapatan pemerintah.
b. Dampak Pemberlakuan Tarif Terhadap Surplus Produsen dan Konsumen
Surplus Konsumen adalah selisih antara harga yang sebenarnya dibayarkan dengan tingkat harga yang sanggup dibayar.
Surplus Produsen adalah selisih antara harga yang diterima produsen secara sukarela dengan harga yang seharusnya dapat ia terima.
Panel di sebelah kiri menunjukkan bahwa pemberlakuan tarif yang meningkatkan harga komoditi X dari 1 dolar menjadi 2 dolar, selanjutnya mengakibatkan berkurangnya surplus konsumen, yakni dari semula ARB= 122,5 dolar menjadi GRH= 62,5 dolar, atau yang diperlihatkan bidang AGBH= 60 dolar. Sedangkan panel senelah kanan memperlihatkan kenaikan surplus produsen akibat pemberlakuan tarif, sedangkan nilai kenaikan tersebut setara dengan luas bidang AGJC= 15 dolar.
c. Biaya dan Manfaat Tarif
Pendekatan yang biasa ditempuh untuk mengukur biaya dan manfaat tarif bergantung pada dua konsep yang lazim digunakan dalam analisis mikro ekonomi, yakni surplus produsen dan konsumen.
Gambar ini memperlihatkan bahwa kenaikan harga komoditi X dari 1 dolar menjadi 2 dolar akibat pemberlakuan tarif oleh pemerintah Negara 2 sebesar 100 persen, segera mengakibatkan penurunan surplus konsumen sebanyak AGHB = a + b + c + d = 15 + 5 + 30 + 10 = 60 dolar. Dari jumlah tersebut, 30 dolar diantaranya diterima pemerintah dalam bentuk pajak impor, kemudian 15 dolar lainnya (AGJC = a) diredistribusikan kepada para produsen komoditi X di dalam negeri dalam bentuk kenaikan rente atau surplus produsen, sedangkan 15 dolar sisanya (setara dengan bidang segitiga CJM = 5 dolar, dan segitiga BHN = 10 dolar) merupakan biaya proteksi atau biaya bobot mati yang harus dipikul oleh perekonomian Negara 2 tersebut secara keseluruhan. Production distortion loss adalah kerugian akibat pengenaan tarif yang menyebabkan produsen berproduksi secara berlebih yang mengakibatkan tidak semua barang terjualdengan harga yang menguntungkan, sedangkan Consumen distortion loss adalah kerugian akibat pengenaan tarif yang menyebabkan konsumen mengonsumsi barang lebih sedikit. Pengenaan tarif ini juga menyebabkan redistribusi pendapatan dari konsuman domestik kepada produsen domestik.
Oleh karena manfaat dan biaya masing-masing jatuh ke pihak atau kelompok-kelompok yang berlainan, maka evaluasi atas biaya-manfaat secara keseluruhan dari tarif bergantung pada sampai seberapa besarkah nilai manfaat atau keuntungan yang didapatkan setiap kelompok. Kerugian yang ditimbulkan dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh. Namun untuk negara kecil yang tidak mampu mempengaruhi harga internasional, pengenaan tarif hanya akan menimbulkan kerugian karena tidak akan memiliki keuntungan dengan membaiknya nilai tukar perdagangan.
3. Teori Struktur Tarif
a. Tingkat Proteksi Efektif
Tingkat proteksi efektif yang dihitung atas dasar nilai tambah domestik, atau keuntungan dari proses-proses manufaktur yang berlangsung didalam negeri akan jauh melampaui tingkat tarif nominal. Nilai tambah domestik sama dengan hargafinal komoditi dikurangi biaya impor barang-barang input untuk keperluan produksi komoditi tersebut lebih lanjut di dalam negeri.
Tingkat proteksi efektif biasanya dihitung dengan rumus:
g =
di mana g = tingkat proteksi efektif bagi para produsen komoditi final.
t = tingkat tarif nominal yang dibebankan kepada konsumen komoditi fial.
ai = rasio biaya komoditi input impor terhadap harga komoditi final dalam kondisi bebas tarif.
ti = tingkat tarif nominal terhadap komoditi input yang diimpor.
Jika, input lebih dari satu maka, rumus diatas menjadi:
g =
b. Generalisasi dan Evaluasi Teori Proteksi Efektif
Berdasarkan kajian atas rumus tingkat proteksi efektif maka dapat diambil kesimpulan-kesimpulan penting mengenai hubungan antara tingkat proteksi efektif dan tingkat tarif nominal terhadap komoditi final, yaitu:
1. Jika ai = 0, maka g = t.
2. Pada nilai berapapun untuk ai dan ti, semakin besar tingkat tarif nominal (t), akan semakin besar tingkat proteksi efektifnya (g).
3. Pada nilai berapa pun untuk t dan ti, semakin besar ai, akan semakin besar nilai g.
4. Nilai g akan lebih besar (sama dengan, atau lebih kecil) dari t, jika nilai ti lebih kecil (sama dengan atau lebih besar) dari t
5. Apabila aiti lebih besar dari t, maka tingkat proteksi efektifnya menjadi negatif
4. Analisis Keseimbangan Umum terhadap Pemberlakuan Tarif di Negara Kecil
a. Dampak-dampak keseimbangan Umum dari Pemberlakuan tarif di Negara Kecil
Ketika sebuah negara kecil memberlakukan tarif terhadap barang- barang impornya, hal tersebut tidak akan mempengaruhi harga- harga barang itu di pasaran internasional. Yang berubah hanyalah harga barang tersebut di pasar domestiknya sendiri, sehingga pihak yang harus menghadapi segala implikasi kenaikan harga itu adalah konsumen dan produsen di negara kecil yang bersangkutan. Di sini kita berasumsi bahwa pemerintah negara kecil tersebut tidak ingin mengenakan pajak internal yang terlalu besar terhadap warganya guna membiayai aneka pengeluaran negara, dan sebagai gantinya dia memungut pajak impor.
b. Ilustrasi Dampak Pengenaan Tarif di Negara Kecil
Pada PX/PY = 1 di pasar dunia, Negara 2 akan berproduksi di titik B, akan berkonsumsi di titik E (sebagaimana ditunjukkan gambar diatas). Namun ketika pemerintah mengenakan tarif ad valorem (sekian persen dari nilai impor harus dibayarkan pengimpor ke kas negara sebagai pajak) sebesar 100 persen terhadap kooditi X, harga komoditi tersebut bagi para produsen dan konsumen domestik langsung melonjak menjadi PX/PY = 2, sehingga para produsen domestik di negara 2 akan terdorong berproduksi di titik F. Itu berarti negara 2 akan mengekspor 30Y, an mengimpor 30X; separuh diantaranya, yakni GH atau 15X, akan langsung terarah ke konsumen domestik, sedangkan selebihnya, yakni HH’ yang juga bernilai 15X, akan menjekma sebagai pendapatan pemerintah yang bersumber dari pengenaan tarif ad valorem 100 persen terhadap komoditi X yang diimpor. Karena kita berasmsi bahwa pemerintah negara 2 menggunakan kebijakan tarif tersebut dalam rangka meredistribusikan pendapatan yang diperolehnya bagi warganya (agar beban pajak mereka tidak terlalu besar), maka tingkat konsumsi setelah tarif dikenakan akan bergeser ke kurva indifferen II’, tepatnya di titik H’ (titik perpotongan antara dua garis putus-putus). Itu berarti, tingkat konsumsi dan kesejahteraan (titik E) dalam perdagangan bebas lebih tinggi ketimbang tingkat onsumsi dan kesejahteraan (titik H’) yang ada aetelah tarif tersebut diberlakukan.
Dari uraian diatas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan pokok sebagai berikut:
1. Dengan adanya tarif, tingkat kesejahteraan negara yang bersangkutan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan kondisinya dimasa perdaganan bebas. Hal ini dibktikan dengan bergesernya konsumsi dari titik E ke tiitik H’ yang terletak pada kurva indifferen yang lebih rendah daripada sebelumnya.
2. Penurunan ksejahteraan bersumber dari dua sebab, yakni: (a) Perekonomian tidak lagi berproduksi pada titik yang memaksimumkan nilai pendapatan dan harga dunia. (b) Konsumen tidak dapat lagi berkonsums pada kurva indifferen tertinggi yang memaksimumkan kesejateraan.
3. Volume perdagangan mengalami kemerosotan denan adanya tarif.
Semua ini merupakan dampak-dampak yang timbul dari tarif yang terjadi di sebuah negara kecil. Semakin tinggi tarif yang dikenakan, akan semakin besar kerugian yang timbul. Tarif gila-gilaan yang mematikan perdagangan internasional biasa disebut tarif prohibitif.
c. Teori Stolper- Samuelson
Teorema ini menyatakan bahwa kenaikan harga relatif suatu komoditi (misalnya kenaikan yang diakibatkan oleh pemberlakuan tarif) akan menaikkan tingkat penghasilan bagi faktor-faktor produksi yang digunakan secara intensif dalam produksi komoditi tersebut. Dengan demikian, tingkat hasil riil (real return) dari faktor produksi yang langka tersebut akan meningkat begitu tarif diberlakukan. Misalnya, suatu negara mengimpor barang X yang padat L dan mengekspor barang Y yang padat K. Jika negara tersebut melakukan pengenaan tarif untuk impor barang X, maka produsen dalam negeri negara tersebut akan menambah produksi X dan mengurangi produksi Y, akibatnya permintaan terhadap L akan naik di dalam negeri dan akan menyebabkan Px/Py yang baru setelah adanya tarif akan naik dari Px/Py yang lama (sebelum pengenaan tarif). Hal ini akan menyebabkan tingkat upah akan naik.
5. Analisis Keseimbangan Umum terhadap Pemberlakuan Tarif di Negara Besar
a. Dampak-dampak keseimbangan Umum dari Pemberlakuan Tarif di Negara Besar
Kenyataan bahwa negara besar cukup kuat tercermin pada bentuk lengkung pada kurva tawar menawar dari negara-negara lain yang menjadi mitra dagangnya. Dalam kondisi seperti itu pemberlakuan tarif oleh pemerintah negara besar yang bersangkutan akan menurunkan volume perdagangannya, namun dalam waktu bersamaan juga akan meningkatkan nilai tukar perdagangannya ( terms of trade). Meningkat atau menurunnya kesejahteraan negara besar tersebut ditentukan oleh kekuatan mana yang lebih unggul, yakni apakah kekuatan positif dari perbaikan nilai tukar perdagangan atau kekuatan negatif yang diakibatkan oleh kemerosotan voleme perdagangan.
b. Ilustrasi Dampak Pengenaan Tarif di Negara Besar
Selanjutnya kita umpamakan saja Negara 2 adalah negara besar yang cukup berpengaruh dalam perdagangan internasional. Kita andaikan lagi bahwa suatu ketika negara tersebut mengenakan tarif ad valorem sebesar 100 persen terhadap komodii X yang diimpornya. Tindakan itu tercermin pada rotasi kurva tawar menawar Negara 2 sehingga menjadikurva tawar menawar 2’. Sebelum pemberlakuan tarif, titik perpotongan antara kurva tawar menawar 2 dan kura tawar menawar 1 merupakan titik ekuilibrium (E). Pada titik E itulah negara 2 mengekspor komoditi Y sebanyak 60 unit untuk mendapatkan komoditi X dalam jumlah yang sama dalam perbandingan harga PX/PY = PW = 1. Namun setelah adanya tarif, titik ekuilibrium akan bergeser ke titik E’ yaitu perpotongan antara kurva tawar menawar 2’ dengan kurva tawar menawar 1. Pada titik ekuilibrium E’ negara 2 akan mengekspor komoditi Y hanya sebanyak 40 unit dan ia akan mengimpor komoditi X sebanyak 50 unit berdasarkan harga dunia yang baru yakni PX/PY = 0,8. Dengan demikian, nilai tukar perdagangan negara 1 (yang mewakili semua negara lain yang menjadi mitra dagang negara 2) mengalami kemerosotan, yakni dari PX/PY = PW =1 menjadi 0,8. Di sisi lain negara 2 mengalami perbaikan nilai tukar perdagangan PY/PX = PW = 1 menjadi 1/0,8= 1,25. Berapapun tingkat tarif yang diberlakukan oleh negara 2, semakin tajam atau semakin kurang elastic kurva tawar menawar negara 1, akan semakin parah kemerosotan nilai tukar perdagangan yang dialaminya dan akan semakin tinggi peningkatan nilai tukar perdagangan negara 2. Dengan demikian bila negara 2 yan besar itu memberlakukan tarif, volume perdagangannya akan berkurang namun nilai tukar perdagangannya akan menjadi lebih baik. Selanjutnya tingkat kesejahteraan negara 2 secara keseluruhan akan dapat meningkat, menurun ataukonstan, tergantung pada mana yang lebih unggul antara dampak negative dari penurunan volume perdagangan atau dampak positif yang bersumber dari peningkatan nilai tukar perdagangannya.
6. Tarif Optimum
Tarif Optimum adalah tingkat tarif yang dapat memaksimalkan manfaat netto yang bersumber dari perbaikan nilai tukar perdagangan sehingga dapat melunturkan dampak negatif yang diakibatkan oleh berkurangnya volume perdagangan.
Kurva tawar menawar 1 (dari negara 1) dan kurva tawar menawar 2 (dari negara 2) dalam kondisi perdagangan bebas akan saling berpotongan membentuk situasi keseimbangan atau ekuilibrium di titik E. Jika negara 2 yang merupakan sebuah negara besar berhasil mengenakan tarif optimum terhadap komoditi X yang diimpornya, maka terjadilah rotasi kurva tawar menawar Negara 2 sehingga menjadi kurva tawar menawar 2*. Titik ekuilibrium pun bergeser dari titik E ke titik E*, ykni perpotongan antara kurva tawar menawar 2* dan kurva tawar menawar 1. Di sini, nilai tukar perdagangan Negara 2 membaik menjadi Py/Px = Pw* = 1/0,625 = 1,6 dan negara 2 mengalami kesejahteraan maksimal (bahkan lebih tinggi dibandigkan dengan tingkat kesejahteraannya dalam kondisi perdagangan bebas atau titik E). Namun Negara 1 tentunya tidak akan tinggal diam dirugikan seperti ini, dan ia pun akan membalas dan ikut mengejar tarif optimum sehingga bergeserlah rotasi kurva tawar menawar 1 (milik Negara 1) menjadi kurva tawar menawar 1*. Titik keseimbangan ikut berubah, yakni menjadi E**. Jika Negara 2 kembali melakukan pembalasan tarif, maka terciptalah perang tarif yang pada akhirnya hanya akan membuahkan kerugian bagi semua pihak yang terlibat. Keuntungan perdagangan internasional segera lenyap, dan semua negara akan terjerumus k kondisi autarki.
Pada panel-panel sebelah atas, Nampak symbol SH yang melambangkan kurva penawaran domestic di negara besar tersebut untuk komoditi X, sedangkan SF melambangkan kurva penawaran komoditi X dari negara-negara lain, dan SH+F merupakan keseluruhan kurva penawaran komoditi X. Dalam kondisi tanpa tarif atau perdagangan bebas, kurva DH (permintaan domestik terhadap komoditi X) berpotongan dengan SH+F . Perpotongan itu terjadi di titik B (lihat panel sebelah bawah), dan di titik itu PX = 2 dolar dan QX = AB =50 (dari jumlah tersebut, AC = 20 X dipasok oleh produsen domestik, sedangkan CB = 30 X disediakan oleh produsen negara lain). Seandainya negara besar tersebut memberlakukan tarif impor ad valorem sebesar 50 persen (t) terhadap komoditi X, maka total kurva penawaran akan bergeser 50 persen menjadi SH+F+T . Kini DH berpotongan dengan SH+F+T di titik H. Di titik tersebut, PX = 2,5 dolar dan QX = GH = 40 (dari jumlah itu GJ atau 25X dipasok oleh produsen domestik, sedangkan sisanya, yakni CH = 15X, diimpor). Penurunan surplus konsumen sama dengan penjumlahan bidang-bidang segi empat a+b+c+d = 22,5 dolar. Dari jumlah tersebut a= 11,25 dolar merupakan kenaikan rente atau surplus produsen yang diterima oleh para pengusaha domestik, c= 7,5 dolar merupakan pendapatan tarif yang diterima oleh pemerintah negara besar tadi dari konsumen domestik, sdangkan sisanya (jmlah dua segitiga b+d = 3,75 dolar) merupakan biaya bobot mati yang harus dipikul oleh perekonomian negara besar tadi secara keseluruhan. Karene pemerintah memperoleh pendapatan tambahan dari tarif sebesar MNIK = e = 4,95 dolar (dari para pengekspor d negara lain), maka secara keseluruhan perekonomian negara ini memperoleh keuntungan bersih sebesar 1,2 dolar (4,95-3,75) dari pemberlakuan tarif. Dengan berkurangnya impor negara besar tersebut dan dengan adanya kekuatan negara tersebut untuk mempengaruhi harga maka para pengekspor dan konsumen di negara-negara lain ikut memikul beban tarif bersama dengan konsumen domestik di negara besar tersebut. Dapat terlihat bahwa pengekspor di luar negeri hanya memperoleh harga sebesar 1,67, bukannya 2 dolar saat kondisi bebas tarif. Pengaruh tarif ini menurunkan harga impor bagi perekonomin negara tersebut secara keseluruhan, atinya nilai tukar perdagangan negara ini meningkat. Namun kalaupun negara besar memetik keuntungan dari tarif, membaiknya nilai tukar perdagangannya itu tercipta atas pengorbanan atau kerugian negara-negara lain yang menjadi mitra dagangnya. Karena tidak ada negara yang mau rugi begitu saja, maka kemungkinan mitra-mitra dagang tersebut juga akan ikut mengenakan tarif atau melancarkan pembalasan.
Paradoks Metzler
Teorema paradox metzler ini merupakan pembalikan dari teorema stolper-samuelson yang mengacu pada kasus luar biasa di mana pemberlakuan tarif bukannya meningkatkan melainkan justru menurunkan harga relative komoditi bagi produsen dan konsumen secara individual di negara yang emberlakukan tarif tersebut. Disamping itu, harga faktor produksi yang langka di negara tadi juga mengalami penurunan.
Dampak Jangka Pendek dari Pemberlakuan Tarif Terhadap Harga Faktor-faktor Produksi
Dalam kasus ini teori stolper-samuelson tidak berlaku karena teori itu bersifat jangka panjang. Umpamakan saja suatu negara yang padat modal dan mengekspor komoditi Y dan mengimpor komoditi X yang padat tenaga kerja, faktor produksi tenaga kerja bersifat mobile, namun sebagian faktor produksi modal terus menerus terpaku pada produksi komoditi X dan sebagian lagi terikat pada produksi komoditi Y sehingga dalam jangka panjang faktor produksi modal itu tidak dapat berpindah-pindah dengan lancer. Analisis menyatakan bahwa pemberlakuan tarif impor terhadap komoditi X (asumsikan X adalah barang impor yang kaya akan faktor produksi modal) mengakibatkan kemerosotan harga atau pendapatan riil tenaga kerja (yang merupakan faktor produksi mobile) jika dihitung dalam satuan nilai komoditi X, namun meningkat jika dihitung dalam satuan nilai komoditi Y. Hal sebaliknya terjadi untuk faktor produksi modal.
Kegunaan Tarif Dalam Perdagangan Internasional
Kegunaan tarif dalam perdagangan internasional setelah melihat analisis-analisis di atas sebenarnya hampir tidak ada, selain untuk kepentingan kelompok tertentu atau sebagai proteksi terhadap suatu industri agar dapat bersaing dengan produk luar negeri.Namun, berdasarkan hasil analisis-analisis di atas untuk negara besar yang dapat mempengaruhi harga internasional, kita gunakan asumsi tidak ada balasan perang tarif dari negara mitra dagangnya, tarif berguna untuk menaikkan nilai tukar perdagangannya terhadap negara-negara lain. Memang di dalam kondisi nyata hal ni hampir tidak mungkin sehingga menurut saya pengenaan tarif untuk proteksi dan menghambat impor tidak ada gunanya. Tetapi jika kita lihat dari sisi domestik, maka kegunaan tarif adalah:
1. Melindungi industri yang baru berkembang agar dapat bersaing dengan indusri luar negeri
2. Memperbaiki neraca peragangan karena impor jadi berkurang tetapi ada dampak lainnya yaitu konsumsi menurun. Oleh karena itu harus kita bandingkan antara penurunan konsumsi dengan penurunan impor
3. Kegunaan lain yang mungkin tidakberhubungan dengan perdagangan internasional adalah untuk masuknya barang-barang yang mewah ke dalam negeri, yang dapat menyebabkan kesenjangan sosial
4. Seperti kita ketahui bahwa tarif adalah salah satu penerimaan negara, tetapi pemberlakuannya dapat mengurangi jumlah konsumsi.
4 comments:
sip ris...sgt brmanfaat,he..he..
bermanfaat bgt ni.. mudah untuk dipahami :)
sama sama,
senang bisa membantu :)
bermanfaaf bgt..mksh moga tambah pahalanya amin
Posting Komentar