SOLUSI UPAYA PELAYANAN PUBLIK
Agar dapat memenuhi keinginan masyarakat, selain perlu mereformasi paradigma pelayanan publik, disahkannya sesegera mungkin UU tentang Pelayanan Publik, pemecahan permasalahan pelayanan publik lainnya, yaitu dengan cara, antara lain melalui pembentukan model pelayanan publik yang sesuai dengan perkembangan zaman seperti sekarang ini di mana pemerintah berada dalam era desentralisasi. Leach, Stewart, & Walsh (1994) mengungkapkan adanya beberapa model pelayanan publik dalam kerangka desentralisasi. Model pertama yang paling lama dan paling banyak dianut oleh berbagai negara di dunia, terutama negara berkembang adalah model traditional bureaucratic authority. Ciri dari model ini adalah bahwa pemerintahan daerah bergerak dalam kombinasi tiga faktor yaitu :
1. Penyediaan barang dan layanan publik lebih banyak dilakukan oleh sektor publik (strong public sector).
2. Peran pemerintah daerah sangat kuat (strong local government) karena memiliki cakupan fungsi yang luas, mode operasi yang bersifat mengarahkan, derajat otonomi yang sangat tinggi, dan tingkat kendali eksternal yang rendah.
3. Pengambilan keputusan dalam pemerintah daerah lebih menekankan pada demokrasi perwakilan (representative democracy).
Sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang makin meningkat, tuntutan yang lebih terbuka, serta perkembangan globalisasi yang memicu peningkatan yang lebih cepat lagi dalam kebutuhan dan tuntutan akan layanan publik, maka model birokrasi tradisional tersebut biasanya dianggap tidak lagi memadai. Untuk itu, diperlukan suatu model baru yang mampu beradaptasi dengan tuntutan perubahan ini. Model yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan masyarakat serta merespon berbagai perubahan yang terjadi dengan cepat.
Berkenaan dengan hal tersebut, beberapa model di bawah ini yang merupakan hasil kajian yang dilakukan oleh Tim Direktorat Aparatur Negara TA 2004, yang kiranya dapat digunakan pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publiknya, seperti:
a) Model Kelembagaan,
b) Model Pengelolaan Organisasi Pelayanan Publik,
c) Model Siklus Layanan (Momment of Truth), dan
d) Model Standar Pelayanan Minimal.
Model-model ini dimaksudkan agar permasalahan pelayanan publik dapat dilakukan dengan baik dan tidak adanya gap yang digambarkan secara rinci oleh Parasuraman di atas, yaitu:
A. Model Kelembagaan
Dari gambar model di atas maka format kelembagaan (Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap atau disingkat UPTSA) difungsikan sebagai frontline dari dinas-dinas yang ada untuk menjadi satu-satunya lembaga yang berhubungan dengan masyarakat yang memerlukan berbagai pelayanan. UPTSA ini bertugas antara lain menerima berkas permohonan ijin, meneliti kelengkapan persyaratan, sebagai koordinator bersama-sama dengan dinas teknis terkait melakukan accessment atau peninjauan lapangan dan membuat draft keputusan serta memberikan izin yang telah disahkan atau diputuskan oleh dinas teknis terkait.
Keputusan untuk memberi dan mencabut izin tetap ada di tangan lembaga atau dinas teknis yang bersangkutan. Dinas-dinas teknis dilarang untuk menerima langsung permohonan pelayanan karena pasti akan merusak tata aturan yang berlaku. Dinas teknis hanya berhubungan dengan UPTSA artinya adalah dinas teknis dalam memberikan izin kepada masyarakat pemohon harus melalui UPTSA. UPTSA bersama-sama dengan dinas teknis terkait menentukan standar pelayanan minimal yang menyangkut waktu, tarif, dan prosedur. Sedangkan pihak UPTSA berhak sepenuhnya terhadap standar kompetensi petugas pelayanan, tempat pelayanan, media pengaduan dan sistem internal UPTSA yang mendukung kelancaran tugas UPTSA.
Secara kelembagaan UPTSA bertanggung jawab langsung kepada sekretaris daerah sehingga posisi daya tawar lembaga ini cukup tinggi dan mampu menjadi koordinator dinas-dinas terkait dalam tugasnya memberikan pelayanan kepada masyarakat. Akan sangat menguntungkan bagi gerak dan kelancaran kegiatan UPTSA jika anggaran atau kebutuhan keuangan lembaga didukung oleh APBD. Namun jika terkendala oleh aturan maka anggaran UPTSA dapat digabung dengan anggaran sekretaris daerah setempat. Risikonya adalah pemasukan keuangan menjadi sangat riskan karena tidak ada jaminan anggarannya akan tetap dalam satu tahun anggaran seperti yang telah ditentukan.
Lembaga ini menganut struktur organisasi yang ramping dan datar sehingga mempercepat gerak dan mempermudah putusan tanpa harus menunggu putusan yang berjenjang dan sangat birokratis. Bagian UPTSA pada dasarnya terbagi atas 3 kelompok utama berdasarkan fungsi yaitu frontline, operasional lapangan, dan administrasi (back office). Organisasi ini sekurang-kurangnya dipimpin oleh pejabat eselon III.
Bagian frontline bertugas menerima permohonan perijinan dari masyarakat dan menyerahkan hasil perizinan yang sudah memiliki ketetapan hukum yang sah. Selain itu frontline bertugas untuk melakukan verifikasi awal data berupa kelengkapan data sebelum disampaikan petugas yang akan memverifikasi lebih detail. Adapun bagian operasional adalah bagian yang meneliti keabsahan data, melakukan peninjauan lapangan, melakukan koordinasi dengan dinas terkait dan merekomendasikan perijinan. Bagian pendukung atau back office berfungsi memberikan dukungan terhadap kelancaran tugas dua bagian lainnya. Bagian back office ini meliputi pengelolaan sumber daya manusia, keuangan, dukungan sistem informasi yang berbasis komputerisasi dan komunikasi, perawatan peralatan dan perlengkapan kantor, dan pekerjaan yang bersifat adminsitrasi.
B. Model Pengelolaan Organisasi Pelayanan Publik
Model pengelolaan organisasi pelayanan publik ini dimaksudkan untuk memberdayakan lembaga pelayanan publik sehingga dapat mengoptimalkan fungsi pelayanan publik dan sesuai dengan perkembangan tuntutan perkembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Untuk lebih jelasnya maka model pengelolaan organisasi pelayanan publik sebagaimana gambar di bawah ini:
Dengan melihat model pengelolaan organisasi pelayanan publik ini, ada beberapa aspek yang dianggap sangat memiliki dampak langsung terhadap upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, yaitu:
i. Aspek Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan proses berorientasi kepada manusia dan dapat diukur dari pengaruhnya terhadap perilaku organisasi dan masyarakat yang dihadapinya. Dengan kata lain, dalam tataran ini, aktivitas kepemimpinan sangat penting artinya terhadap motivasi orang lain, hubungan antaraindividu dan interaksi sosial, komunikasi interpersonal, iklim dalam organisasi, konflik interpersonal, perkembangan personil dan mengantisipasi produktivitas sumber daya manusia aparatur.
ii. Aspek Sistem Kelembagaan
a. Aspek Kelembagaan
Implikasi dari tumpang tindihnya kewenangan atau katakanlah “pengambilalihan” kewenangan pelayanan yang bukan kewenangannya oleh UPTSA, ternyata dapat menimbulkan kurang maksimalnya kualitas pelayanan itu sendiri di satu sisi, dan adanya derajat perbedaan kualitas pelayanan pada masing-masing UPTSA pada sisi yang lain. Sedangkan pada UPTSA yang mempunyai pimpinan dan aparat serta tokoh-tokohnya yang lain yang mempunyai jiwa dan karakter kepemimpinan yang baik, proaktif dan inovatif dalam menjalankan tugasnya, kekurangan dalam hal optimalisasi kualitas pelayanan di UPTSA akan dapat teratasi.
b. Aspek Sumber Daya (Manusia)
Ketersediaan sumber daya yang memadai dan potensial dipandang sebagai faktor yang signifikan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Aspek sumberdaya yang dimaksud di sini secara umum meliputi sumber daya keuangan, SDM aparatur, teknologi dan aspek prasarana dan sarana fisik lainnya. Secara umum kelemahan pelayanan publik selama ini lebih dikarenakan oleh masalah keterbatasan kemampuan finansial dan sarana prasarana fisik. Kelemahan lainnya adalah kemampuan dan kompetensi SDM aparatur yang terlibat langsung kepada pemberian pelayanan, di mana rata-rata SDM Aparatur di daerah belum mahir dalam menggunakan dan mengoperasikan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin hari semakin cepat berkembang.
c. Aspek Partisipasi Masyarakat
Dalam konteks partisipasi masyarakat di dalam penyelenggaraan pelayanan umum, komunikasi yang efektif antara masyarakat dengan pemerintah (UPTSA) menjadi penting terutama berkaitan dengan arah pelayanan yang berorientasi kepada pelanggan di mana kepentingan, keinginan, harapan dan tuntutan masyarakat menjadi sandaran utamanya. Posisi masyarakat dalam tataran ini dipandang sebagai subyek yang harus dilayani dan dipuaskan. Karenanya, ketika berbicara mengenai kualitas pelayanan yang diberikan maka hal itu akan sejajar dengan tingkat kepuasan masyarakat sebagai pelanggannya. Dalam melakukan pelayanan yang baik, seorang pelayan harus memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik terhadap yang dilayaninya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan komunikasi dengan orang lain, yaitu:
1. Komunikator dan komunikan harus sama-sama berpola pikir positif yang didasarkan pada pola pikir yang sehat dan logis,
2. Komunikator dan komunikan harus mampu menempatkan diri pada kondisi yang tepat pada saat melakukan komunikasi atau komunikator harus mampu menempatkan komunikan pada posisi yang bebas dan manusiawi,
3. Komunikator harus mampu menampilkan sikap yang santun dan memberikan kesempatan terhadap komunikan untuk memahami isi pesan sampai dengan memberikan umpan balik, dan
4. Kemampuan memilih dan menggunakan bahasan yang sederhana dan gampang dimengerti oleh komunikan.
Secara umum di setiap UPTSA memang sudah berjalan berbagai macam forum yang sifatnya rutin dan formal yang diselenggarakan di tiap-tiap UPTSA. Namun demikian, jika ditinjau dari kuantitas dan kualitas penyelenggaraan forum tersebut, masing-masing UPTSA satu sama lain berbeda keadaannya. Dalam konteks ini, yang harus lebih ditonjolkan oleh pemerintah adalah peran motivator, yaitu peran penggerakan masyarakat atau mobilisasi masyarakat untuk mau berpartisipasi dalam menyukseskan atau memperlancar jalannya pelayanan.
C. Model Siklus Layanan (Moment of Truth)
Dalam pola ini, masing-masing instansi/unit terkait tetap melaksanakan kewenangan dan tugas-tugasnya, serta dapat menempatkan petugasnya pada tempat tersebut. Akan tetapi agar proses keseluruhan pelayanan dapat berjalan sinergi, maka kegiatan pelayanan dan masing-masing instansi/unit terkait diatur dalam suatu prosedur dan terkoordinasi dalam mekanisme tata urutan kerja yang tertentu pada satu lokasi/tempat di bawah satu atap tersebut. Teknis pelaksanaan dengan pola pelayanan umum satu atap, dapat dilakukan, antara lain:
1. Menyiapkan tempat/gedung untuk ditempati secara bersama oleh unit kerja/instansi terkait. Masing-masing instansi membuka meja/loket dan menempatkan petugasnya sesuai yang ditentukan di dalam satu tempat/lokasi tersebut, serta menjalankan tugas dan fungsinya sendiri;
2. Sesuai mekanisme urutan kegiatan penyelesaian pelayanan yang ditentukan, maka masyarakat (pemohon pelayanan) cukup mendatangi dan menyelesaikan urusannya langsung pada loket/petugas pada unit kerja/Instansi terkait tersebut;
3. Untuk mendukung kelancaran pelayanan, maka proses pelayanan yang berkaitan dengan masing-masing loket/meja dan unit/instansi terkait tersebut, harus dilengkapi atau disediakan informasi yang lengkap menyangkut urutan kegiatan, persyaratan, dan biaya pelayan secara jelas dan terbuka dalam satu lokasi tersebut.
D. Model Standar Pelayanan Minimal
Dalam hal untuk menggali pandangan masyarakat terhadap mutu pelayanan yang diberikan oleh UPTSA yang didasarkan pada beberapa kategori, aspek-aspek yang dijadikan dasar pengukuran meliputi beberapa unsur, di antaranya:
1. Tangibility, yaitu berupa kualitas pelayanan yang dilihat dari sarana fisik yang kasat mata, dengan indikator-indikatornya yang meliputi sarana parkir, ruang tunggu, jumlah pegawai, media informasi pengurusan, media informasi keluhan, dan jarak ke tempat layanan.
2. Reliability, yaitu kualitas pelayanan yang dilihat dari sisi kemampuan dan keandalan dalam menyediakan layanan yang terpercaya, meliputi proses waktu penyelesaian layanan dan proses waktu pelayanan keluhan.
3. Bertitik tolak dari kemampuan dan keandalan yang dipunyai, untuk selanjutnya indikator kualitas pelayanan pun harus ditunjang dari sisi responsiveness-nya, yaitu kualitas pelayanan yang dilihat dari sisi kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen.
4. Assurance, yaitu kualitas pelayanan yang dilihat dari sisi kemampuan petugas dalam meyakinkan kepercayaan masyarakat. Adapun indikator-indikatornya adalah dengan adanya kejelasan mengenai mekanisme layanan dan kejelasan mengenai tarif layanan.
5. Empathy, yaitu kualitas pelayanan yang diberikan berupa sikap tegas tetapi penuh perhatian terhadap masyarakat (konsumen). Dalam konteks ini, indikator yang dilihat adalah adanya sopan santun petugas selama pelayanan berlangsung dan bantuan khusus dari petugas selama proses pelayanan berlangsung.
Namun demikian, berbagai cara yang diusulkan di atas, tidak dapat terlaksana dengan sempurna apabila prasyarat utama diabaikan. Prasyarat tersebut meliputi 5 (lima) aspek seperti di bawah ini yaitu (Parasurarman, 1985):
a. Proses dan prosedur
Proses dan prosedur pelayanan dapat meliputi prosedur pelayanan langsung kepada pelanggan, dan proses pengolahan pelayanan yang merupakan proses internal dalam menghasilkan pelayanan. Dalam proses dan prosedur ini meliputi seluruh aktivitas kegiatan pelayanan secara berurutan dimulai dengan aktivitas yang dilakukan ketika pertama kali pelanggan datang, dan bahkan setelah pelayanan itu selesai (after service).
b. Persyaratan pelayanan
Persyaratan pelayanan merupakan hal-hal yang harus dipenuhi oleh pelanggan untuk mendapatkan pelayanan. Persyaratan pelayanan dapat berupa dokumen atau surat-surat. Persyaratan pelayanan perlu diidentifikasi dari tiap aktivitas pelayanan sehingga untuk keseluruhan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelanggan termasuk biaya total yang harus dibayar oleh pelanggan.
c. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Sarana pelayanan merupakan berbagai fasilitas yang diperlukan dalam rangka memberikan pelayanan. Sarana yang digunakan dapat merupakan sarana yang utama dan sarana pendukung. Sarana utama merupakan sarana yang disediakan dalam rangka proses pelayanan yang meliputi antara lain berbagi fomulir, fasilitas pengolahan data. Sedangkan sarana pendukung adalah fasilitas yang pada umumnya disediakan dalam rangka memberikan pelayanan pendukung antara lain seperti penyediaan fasilitas ruang tunggu yang nyaman, penyediaan layanan antaran dan lain-lain. Sedangkan prasarana merupakan berbagai fasilitas yang mendukung sarana pelayanan antara lain berupa jalan menuju kantor pelayanan.
d. Waktu dan Biaya Pelayanan
Dengan ditentukannya waktu dan biaya yang terpakai untuk setiap aktivitas yang dilakukan pada proses pengolahan, maka akan dapat ditentukan waktu dan biaya yang akan digunakan untuk melayani satu jenis pelayanan sejak awal pelanggan menemui petugas pelayanan sampai pelayanan selesai dilakukan.
e. Pengaduan Keluhan
Pengaduan keluhan merupakan mekanisme yang dapat ditempuh oleh pelanggan untuk menyatakan ketidakpuasannya terhadap pelayanan yang diterima. Pengaduan keluhan merupakan hal yang sangat penting mengingat perbaikan kualitas pelayanan terus menerus tidak lepas dari masukan pelanggan yang biasanya dalam bentuk keluhan.
0 comments:
Posting Komentar